Rabu, 14 Januari 2009

Keberanian untuk Meraih Kemenangan

Syaja'ah atau keberanian merupakan jalan untuk mewujudkan sebuah kemenangan dan sebagai izzah keimanan. Tak pernah boleh ada, kata gentar bagi kita saat mengemban tugas bila ingin meraih kegemilangan. Dari sisi inilah kaum yang beriman berada jauh di atas kebanyakan orang. Karena izzah keimanan menuntun mereka untuk tidak takut atau gentar sedikitpun.
"Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang beriman". (Ali Imran:139)

Dalam mengusung amanah dakwah slogan "jangan pernah takut, Maju pantang mundur, Berani karena benar, rela mati demi kebenaran" tidak boleh luntur melainkan harus tetap terpatri dalam sanubari kita ini. karena Asy syaja'ah (keberanian) mengemban amanah umat merupakan tuntutan dakwah.

Karena sikap Asy syaja'ah merupakan tuntutan dakwah maka para kita mesti selalu memompa dan menopang keberaniannya agar kata takut dan pengecut tidak lagi melekat dalam dirinya. Takut dan pengecut tidak boleh ada dalam memperjuangkan dakwah. Adapun pilar-pilar yang menghantarkan diri seorang kader memiliki sifat asy syaja'ah adalah:

Al Iman bil Ghalb (iman dengan yang gaib)
Penopang yang amat kokoh untuk menguatkan sikap asy syaja'ah dalam diri kita adalah memperkuat keyakinannya akan hal-hal yang gaib, seperti yakin akan pertolongan Allah SWT. Yakin akan malaikat-malaikat-Nya yang senantiasa membantu orang yang memperjuangkan agama Allah SWT. Begitu pula yakin akan kehidupan akhirat yang ditentukan oleh amaliyah kita di dunia, khususnya amal-amal dakwah.
Keyakinan semacam ini adalah buah dari tarbiyah yang telah menanamkan rasa takut hanya pada Allah SWT, dan senantiasa bergantung pada-Nya. Sehingga kader memiliki cantolan yang teramat kuat. Lantaran pegangan dirinya kepada yang Maha Kuat, ia tidak pernah mundur menghadapi cobaan dan rintangan dakwah. Demikianlah hasil dari proses tarbiyah yang panjang, membina aktivis untuk senantiasa yakin dengan sebenar-benarnya pada kekuatan yang Ghaib.
Karenanya jiwa para kader tidak boleh luput untuk selalu berinteraksi pada Allah SWT, agar dikuatkan diri dan jiwa dalam memeperjuangkan dakwah. Karena kemenangan para pejuang dakwah bukan ditentukan oleh kekuatan material melainkan kekuatan dari Yang Maha Perkasa.

Al Mujahadah Ala Al Khauf (menaklukan rasa takut)
Rasa takut sebagai lawan asy syaja'ah memang amat manusiawi, kenyataan ini merupakan watak alamiyah yang dimiliki setiap insan. Seperti takut terbakar, tenggelam, terjatuh dimangsa binatang buas dan lain sebagainya. Namun rasa takut semacam itu harus berada di bawah khauf syar'i yakni takut kepada Allah SWT. Sehingga setiap kader dakwah sepatutnya menaklukan rasa takut thabi'inya dengan mengedepankan rasa takut kepada Robbul Izzati. Dengan begitu mareka akan ringan dalam memperjuangkan dakwah, tidak maju mundur lantaran ketakutan-ketakutan yang ada dalam dirinya.
Selayaknya setiap kader dakwah selalu menunjukkan rasa takut insaniyahnya dengan mendominasikan rasa takut syar'inya. Sehingga yang selalu tertanam dalam dirinya hanya takut pada Allah semata. Dan tidak pernah gentar akan kekuatan-kekuatan selain Allah SWT.

Taurita Al Khairiyah (mewariskan hal yang terbaik)
Penopang lainnya adalah dengan mempertimbangkan keadaan generasi berikutnya harus lebih baik dari sebelumnya. Maka warisan yang ditinggalkan unruk mereka adalah warisan-warisan kemuliaan. Sehingga mereka mengikuti jejak para pendahulunya yang mempunyai akhlak mulia. Bila menginginkan generasi sesudahnya menjadi pemberani, maka wariskan sifat berani pada mereka. Namun bila mewariskan sifat takut dan pengecut, maka jangan harap generasi berikutnya menjadi orang-orang yang heroik dan patriotik.
"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allahdan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar." (An Nisa:9)

As Shabru Ath Tha'ah (bersabar pada ketaatan)
Keberanian akan terus ada pada diri kader bila mereka bersabar. Sabar terhadap peristiwa yang mereka alami. Karena kesabaran itu merupakan senjata ampuh yang memberikan ketahanan menghadapi tekanan berat sekalipun. Dengan kesabaran kita pun dapat membandingkan kejadian yang dirasakan generasi yang lalu dengan yang sedang kita rasakan. Mereka tentu telah mengalami cobaan yang lebih berat ketimbang yang kita alami saat ini. Dengan kesabaran ini kita dapat bertahan dan terus maju melangkah di atas jalan dakwah ini. Allah SWT pun mengingatkan agar senantiasa bersabar dan menguatkan kesabaran.

Al Ajru min Allah (berharap balasan dari Allah)
Bila balasan yang dijanjikan Allah terngiang-ngiang di benak kita, maka tidak ada alasan untuk takut atau pengecut. Rasulullah SAW mengingatkan Abdullah bin Harits yang mengungkapkan keinginannya untuk masuk Islam. Namun ia perlu mengajukan dua syarat yang memang terjadi pada dirinya. Pertama, tidak dibebankan infak karena dia orang yang termiskin di keluarga dan kabilahnya dan tidak pula diwajibkan berperang karena dia seorang yang penakut. Nabi menjawab, "Wahai Abdullah, bila itu kamu syaratkan lalu dengan apa kamu akan masuk syurga?" Maka Abdullah menandaskan, "Kalau begitu ya Rasulullah, aku akan berinfak dan akan berjuangkan di jalan Allah SWT." Begitulah akhirnya Abdullah bin Harits berada di barisan terdepan di jalan dakwah tanpa rasa takut atau lemah.

Syaja'ah atau pemberani tentu saja berbeda dengan bersikap nekat, "ngawur" atau tanpa perhitungan dan pertimbangan. Asy Syaja'ah adalah keberanian yang didasari pertimbangan matang dan penuh perhitungan karena ingin meraih ridha Allah, tentu saja diperlukan ketekunan, kecermatan, dan kerapian kerja (itqan). Bukan keberanian yang tanpa perhitungan yang melahirkan kenekatan, namun juga bukan terlalu perhitungan dan pertimbangan yang melahirkan ketakutan.

Keberanian adalah kelaziman dalam dakwah dan menjadi sikap yang melekat. Ia adalah identitas. Dengarlah senandung yang menggumamkan "Di dalam hatiku selalu terdengar suara Nabi yang memerintahkan, 'Berjihadlah, berjuanglah dan lelahkan dirimu.' Dan berseru, 'Menanglah, kalahkan musuh dan berlatihlah jadilah kamu selamanya orang merdeka yang pantang menyerah. Hai para pemberani lakukanlah karena kita punya hari esok dan harapan."

Sabtu, 03 Januari 2009

2 Januari 2009, aksi PKS






Agresi barbar yang dilakukan Israel terhadap Palestina, menyebabkan protes di beberapa negara di dunia, dengan menggelar aksi-aksi maupun memberikan bantuan dalam bentuk makanan, minuman maupun tim relawan untuk Palestina. Tak terkecuali di Indonesia sendiri, berbagai aksi dan bantuan dilakukan oleh beberapa ormas di pelosok nusantara. Pun pada Jum'at 2 Januari 2009, PKS sebagai partai dakwah menggelar aksinya, ribuan kader yang ada di kawasan Jabodetabek tumpah ruah di Bundaran HI. Aksi dilakukan setelah sholat jum'at dan berakhir pada saat adzan ashar. Mereka melakukan long march dari HI menuju Kedubes AS, menuntut dihentikannya agresi tersebut. Teriakan takbir dan syair-syair perjuangan mewarnai "aksi damai" tersebut. "aksi damai" karena banyak terdapat wanita, anak-anak, balita, dan orang tua.

Kamis, 01 Januari 2009

Catatan Sebuah kematian



Kematian seperti apakah yang kita inginkan?

Setiap mendengar kata kematian, aku langsung teringat kurang lebih tujuh tahun yang lalu, saudara seperjuanganku, seorang akhwat asal Jogja (sebut saja namanya Ami), seorang gadis muslimah yang nyaris sempurna.
Dia baik, pintar, cantik, dan shalihah.
Suatu saat halaqoh kami mengadakan acara kegiatan pelatihan mengurus jenazah atau yang biasa disebut dengan Dauroh Janaiz. Bertempat di sebuah masjid di kawasan gunung Putri Bogor. Kegiatan dimulai dari teori cara memandikan dan mengkafani jenazah, yang disampaikan oleh seorang Ustadzah...(namanya aku lupa, tapi beliau tinggal di daerah mampang Jakarta).
Pada waktu saat praktek, timbul masalah, siapakah yang mau bersedia menjadi jenazah? Sementara panitia hanya menyediakan boneka, dan rasanya itu kurang afdhol.
Dari seratus orang peserta tidak ada yang mau, begitu juga dengan panitia penyelenggara (maksudnya halaqoh kami yang berjumlah delapan orang).
Sebenarnya aku mau saja, tapi tugasku sebagai register dan fotografer tidak mungkin kutinggalkan, disaat-saat kebingungan itu, tiba-tiba Ami maju ke depan, "Biar ana saja ukh..." ujarnya mantap.
"Ok. tafadhol ukh..." aku mempersilakan.
Seolah-olah menjadi jenazah sungguhan, Ami dengan rela tubuhnya dibungkus dengan kain kafan, diikat tali dan diberi kapas. Aku segera mendokumentasikan momen-momen tersebut.

Tiba-tiba dadaku serasa berdesir, kutatap wajah Ami yang pucat pasi, aku seperti melihat Ami yang lain, Ami yang sudah tak bernyawa lagi. Secara iseng aku pegang tangannya yang masih berbalut dengan kain kafan.
Dan jantungku hampir berhenti berdetak, tangannya dingin sekali. Aku mulai berfikir yang tidak-tidak. Apakah dengan cara ini Ami meninggal? Segera kutepis pikiran tersebut, kulihat ke sekeliling, semua masih asyik menyimak penjelasan Ustadzah dalam menyampaikan materi sekaligus praktek mengurus jenazah.
Ah..., mudah-mudahan hanya perasaanku saja.

Aku bisa bernafas lega ketika usai acara, Ami menghampiriku. "Apa yang ukhti rasakan saat menjadi mayat tadi..." tak sabar kutanyakan hal itu padanya.
Dia memandangku tanpa ekspresi, bibirnya bergetar ingin mengatakan banyak hal, tapi yang keluar hanya ucapan "Ana takut ukh..." dan tangisnya pun pecah di pelukanku.

Tiga hari berikutnya, aku ke tempat kos-kosannya, kutunjukkan foto-foto hasil jepretanku saat acara dauroh janaiz, Ami mengambil lima buah foto, itu adalah foto-foto dirinya saat ia menjadi "jenazah".
Secara refleks ia mengambil lem, kemudian ditempelkannya foto-foto tersebut di dinding kamarnya. Aku memandangnya takjub juga heran, "Agar ana selalu ingat akan mati ukh..." ucapnya seolah tahu apa yang ada dalam benakku.

Malamnya sepulang dari tempat Ami, aku tidak bisa tidur, ingat mimipi burukku tentang kematian Ami, ingat dauroh janaiz, ingat Ami yang jadi "jenazah", ingat foto-foto Ami yang ditempel di dinding, ingat kata-katanya, ingat tangisannya, ingat semuanya.
Akhirnya kuhabiskan malam itu dengan qiyamulayl, tilawah, dan doa Robithoh, ribuan doa kupersembahkan untuk Ami, saudara seperjuanganku...
Ya Allah...lindungilah ia...
selamatkanlah saudaraku...
berikan kehidupan yang terbaik untuknya...
berikanlah tempat terbaik di sisiMu nanti...

Dua hari setelah peristiwa mimipi buruk itu, aku mendengar kabar, Ami kecelakaan motor, sepulang dari rumah sakit bersama teman sekantornya.
Ami kehabisan darah sehingga langsung meninggal di tempat kecelakaan tersebut.
Inna lillahi wa inna ilayhi roji'un...

Aku hampir tak percaya saat kusaksikan Ami berlumuran darah.
Ya Allah...ternyata dengan cara ini, Engkau mengambil nyawa saudaraku...???
Apa yang kurasakan dan kupikirkan tentang kematian Ami selama ini menjadi kenyataan.

Kematian yang baik atau burukkah ia...?
Syahidkah ia...?
Ya Allah...apapun jenis kematian yang menimpa saudaraku ini, berikanlah tempat yang terbaik untuknya...

Kematian adalah rahasia Allah, di manapun dan kapanpun, kematian akan selalu mengintai kita.
Entah itu di tempat tidur ataupun di tiang gantungan...
Kita hanya berharap dimatikan Allah dalam keadaan khusnul khotimah...
Motto kita "Hidup mulia atau mati syahid"

Kematian seperti apakah yang kita inginkan...???

(mengenang kematian saudara seperjuangan)