PEJUANG ISLAM, ZAINAB AL-GHAZALI
Da’i dan aktivis terkemuka Zainab Al-Ghazali, wafat dalam usia 88 tahun,
meninggalkan kenangan yang tak terlupakan sepanjang aktivitasnya
menjalankan dakwah Islam. Al-Ghazali lahir di wilayah Al-Bihira, Mesir pada
1917, ia merupakan keturunan dari kalifah kedua Islam, Umar bin Khattab dan
Hasan bin Ali bin Abi Thalib.
Sejak usia yang masih sangat muda, 10 tahun, Al-Ghazali sudah memperlihatkan
kepandaiannya dan kelancarannya dalam berbicara. Sepanjang hidupnya, ia
membentuk dirinya sebagai orang yang berhasil belajar secara otodidak.
Ambisinya yang kuat dan tekadnya yang membara, membuatnya maju untuk
mencapai jenjang pendidikan di saat kaum wanita pada saat itu jarang yang
mengenyam pendidikan kalau tidak dikatakan tabu..
Al-Ghazali selalu berusaha mengedepankan masalah keseimbangan antara hal-hal
yang bersifat relijius dan modern. Ia mendapat pendidikan agama pertama kali
dari cendekiawan muslim terkemuka di Al-Azhar, Syeikh Ali Mahfuz dan Muhammad
Al-Naggar.
Dalam usia yang relatif masih muda, Al-Ghazali sudah aktif sebagai anggota
Persatuan Kelompok Feminis Mesir yang didirikan oleh Huda Sharawi pada 1923. di
usia 20 tahun, pada tahun 1937, Al-Ghazali mendirikan Asosiasi Wanita Muslim
untuk mengorganisir kegiatan-kegiatan kaum perempuan yang sesuai norma-norma
Islam dan ditujukan untuk kepentingan-kepentingan Islam.
Al-Ghazali mengundurkan diri dari organisasi pimpinan Huda Sharawi karena
ketidaksetujuannya dengan ide-ide sekular tentang gerakan pembebasan perempuan.
Meski demikian, Al-Ghazali tetap menghormati Sharawi dan menyebutnya sebagai
seorang wanita yang memiliki komitmen dan keimanan yang baik.
Tidak lama setelah ia mendirikan
Asosiasi Wanita Muslim, Al-Ghazali langsung melakukan sejumlah aksi dan
mendapatkan dukungan dari menteri waqaf untuk mendirikan 15 masjid dan belasan
masjid lainnya yang dibiayai oleh masyarakat umum.
Asosiasi yang didirikannya
melahirkan generasi da’i-da’i wanita yang mempertahankan status perempuan dalam
Islam serta meyakini bahwa agama mereka memberikan peluang sebesar-besarnya
bagi kaum perempuan untuk memainkan peranan penting di tengah masyarakat,
memiliki pekerjaan, masuk ke dunia politik dan bebas mengeluarkan pendapatnya.
Al-Ghazali banyak dipengaruhi oleh
pendiri Ikhwanul Muslimin, Syaikh Hasan Al-Banna. Ia memegang teguh
pandangannya bahwa tidak ada konflik antara agama dan politik. Al-Ghazali
adalah orang yang lantang mempertahankan syariah dan kerap menghadapi masalah
dengan rejim Mesir pada saat itu. Presiden Gamal Abdul Naser. Penjara dan
siksaan, tidak pernah mematahkan tekadnya bahkan membuatnya lebih kuat.
Al-Ghazali meninggalkan warisan berupa perjuangan membela Islam dan reputasinya
sebagai aktivis perempuan yang tanpa ragu melawan sekularisme dan liberalisme
dan menggantikannya dengan nilai-nilai Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar